Selasa, 29 Mei 2012

Kesunyian di Tidore

Awal april 2012, saya diberi kesempatan untuk melakukan liputan memperingati Hari Jadi kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara yang ke 904. Tidak pernah terbayang, akhirnya bisa sampai di kota yang sehari - hari hanya bisa dilihat dari lembaran uang kertas seribu rupiah. Jadi bisa dibayangkan betapa bersyukur dan bahagianya saya pada waktu itu :))

Pemandangan Pagi Hari Ternate Tidore dari Atas Pesawat

Sebelum sampai ke Tidore, dari Jakarta kami melakukan penerbangan kurang lebih sekitar 3,5 jam menuju kota Ternate kemudian sesampainya di Bandara Sultan Babullah Ternate saya bersama mba Ria sudah dijemput oleh Petugas Pemda kota Tidore bernama Pak Ridwan, Pada pagi itu juga sekitar pukul 7WIT atau 5 WIB kami bersama Pak Ridwan langsung meluncur ke Pelabuhan Bastiong, Ternate, untuk menuju Pelabuhan Rum, Tidore, dengan menggunakan speed boat yang ditempuh hanya sekitar 15 menit. Sayang pada saat itu saya tidak tahu berapa biaya penyebrangan dari Ternate ke Tidore, maklum semua biaya kami ditanggung oleh Pemda Tidore :)) tapi kya nya gak mahal mengingat jarak tempuhnya juga dekat (analisa asal namun logis kok:p).


Pelabuhan Rum Tidore


Terlihat jelas dari sela - sela jendela perahu cepat kami, Langit cerah, birunya air laut ditambah riak - riak ombak kecil serta perahu pinisi yang sedang bersandar mengawali perjalanan indah ini menelusuri Kota Tidore. Sesampainya di Pelabuhan Rum di depan saya terlihat Pulau Maitara yang jauh lebih mempesona dari pada dilihat di lembaran uang kertas pecahan seribu rupiah. Ketakjuban indahnya Pulau Maitara yang berada ditengah lautan  langsung saya abadikan dengan berfoto ria bersama Mba Ria :))

Narsis di depan Pulau Maitara bersama Mba Ria


Pemandangan Gunung Gamalama Ternate yang spektakuler, diintip dari balik jendela perahu cepat kami, yang menyebrang ke Pelabuhan Rum Tidore


Pada waktu itu hari masih sangat pagi ketika saya tiba di kepulauan yang dikenal juga sebagai "Kota Seribu Masjid" namun sayang sekali tidak ada satupun masjid di kota Tidore yang megah saya abadikan, lain waktu ketika saya kembali saya akan membayar utang ini.

Jalan aspal yang mulus, bersih, berada di tepi laut dan bebas macet, sungguh pemandangan yang mustahil saya temui di Kota Metropolitan Jakarta. Sangat jarang kami berpapasan dengan mobil lain ketika di Tidore bahkan untuk ketemu orang saja masih cukup susah sesekali kami berpapasan dengan Becak Motor (Bentor) alat tranportasi utama selain angkot di kota yang selama 5 kali berturut - turut menerima penghargaan Adi Pura atau penghargaan dari pmerintah terhadap kebersihan lingungan kota.

Saya yang pertama kali berkunjung ke Kota Tidore berdecak kagum dengan kebersihan, kerapihan, keasrian di setiap rumah penduduk, tidak ada sampah sedikitpun yang tercecer di pinggir jalan. Bahkan hingga saya berada di pusat Kota  Soasio, yang dulunya merupakan Ibu Kota Irian Barat saya masih merasakan ketenangan dan kesunyian di Kota Tidore Kepulauan. Tidak ada pusat perbelanjaan, Mall atau pusat hiburan keluarga. Kata Mas Indra bagian Komunikasi pemerintah Kota Tidore, sebagian besar masyarakat Tidore mencari hiburan dan berbelanja di kota Ternate. Hal ini dikarenakan semata - mata untuk menjaga kelestarian budaya Kesultanan Tidore. Hiiihh makin takjub dengan Tidore....:))
Petang Hari di Kesunyiaan kota Soasio, Tidore

Meski kota ini sunyi, jangan khawatir untuk kehabisan ide ber - traveling ria di Tidore. Kota  Soasio yang berada persis di bibir laut, perahu - perahu yang dibiarkan berjejer rapih di pinggir jalan membuat sepanjang kota Soasio seperti Dermaga Kota. Apalagi Tidore berhadapan langsung dengan kemegahan gugusan kepulauan Halmahera yang terkesan menyembunyikan surga kecil di Timur Indonesia.


 Seperti di Negeri Awan  

Keindahan Tidore tidak berhenti di Kota Soasio, pemadangan sunset spektakuler bisa ditemukan di daerah pelabuhan Rum. Gradasi guratan - guratan sinar matahari ditambah riak kecil ombak mengingatkan saya kepada kebesaran dan kemurahan Tuhan terhadap negeri tercinta ini. Saya pun juga tercengang dengan keindahan Tanjung Mafututu yang elok. Bahkan dari Tidore kita bisa melihat kemegahan gunung Merapi Gamalama, Ternate. Jalanan yang berliku mulus beraspal  sesekali menanjak dan turunan menambah keasyikan tersendiri ketika menjelajah kota yang mayoritas berpenduduk asli Muslim.


Gunung Merapi Gamalama Menjulang Megah

Keindahan Tanjung Mafututu yang Tak Ternilai
Tidak perlu waktu lama sesungguhnya menjelajah  Tidore jika berjalan - jalan dengan menggunakan   mobil hanya dibutuhkan waktu sekitar 2 jam kita bisa mengitari seluruh Kota Tidore Kepulauan atau jika dikur dengan spedometer kurang lebih Tidore memiliki jalanan utama sekitar 48 Km. Kecil kan? Gak Heran klo dilihat dari peta Indonesia setitik doang :))

Bisa dibayangkan betapa Sunyi nya kota Tidore Kepulauan. Selama saya disana jarang sekali melihat aktivitas warga. Tidak ada keramaian, tidak ada hiruk pikuk kesibukan masyarakat. 



 Ini aja, ketika saya datang dalam rangka memenuhi undangan Pemda Tidore yang mengadakan Festival Tidore untuk menyambut HUT Sultan Tidore dan Hari Jadi kota Tidore ke
904 (1108-2012).

Bagaimana sunyi nya kota ini, jika Tidore tidak berulang tahun ?


Sunset di Rum Balibunga 

 
Sayang sekali, saya tidak sempat mengunjungi benteng - benteng yang dibangun ratusan tahun silam. untuk melihat kejayaan Tidore dengan kekayaan rempah-rempahnya. Kalau dilihat dari buku sejarah Bangsa Portugis dan Spanyol pernah berusaha menjajah pulau berjuluk "The Spicy Island" untuk memburu rempah dan pala. Namun saya sempat mengunjungi dan santap siang di  Kadato Kie (Istana Kesultanan Tidore) di upacara puncak hari jadi Tidore pada 12 April 2012.

Secuil Lensa Dari Balkon Kadato Kie  





Dari Kadato Kie yang terletak lumayan diatas bukit, kita bisa lihat langit biru, bentangan laut lengkap dengan latar sederet bukit dan gugusan pulau-pulau Halmahera di Maluku Utara. Dari Kadato Kie juga terlihat sisa tembok bangunan Benteng Toreh di sela sela kehijauan bukit.

Selama di Tidore tidak banyak aktivitas yang saya lakukan mengingat masih sangat perawannya Kota Tidore ditambah lagi sebagain besar masyarakat Tidore memegang teguh nilai - nilai Islam dan adat ke Sultanan.
 Di Balkon Kadato Kie dengan latar belakang Benteng Toreh
Bersama  mba Ria n mas Indra sayang udah punya binii :D

Akhirnya saya harus kembali ke Jakarta setelah 3 hari merasakan kesunyian Tidore yang jauh dari hiruk pikuk hedonisme metropolitan. Kami mendapatkan Jam penerbangan pertama. Yupp.. Itu artinya subuh - subuh kita harus menyeberang ke Ternate.  

Wuaduh ngeri ternyata nyebrang dalam kegelapan, takut speedboat nya mogok aja ditengah - tengah laut hehehehe... Untung gak ada apa - apa juga mungkin karena mereka udah sering nyebrang malem - malem jadi gak usah kuatir kawan mereka uda gape ma arus malam.


Pak Ridwan dan Mas Indra yang menemani saya dan mba Ria ke Ternate, ketika turun dari speedboat yang sudah merapat di Pelabuhan Bastiong Ternate, saya sempat jatuh untung jatuhnya gak ke laut hehehe.... Namun Pak Ridwan sempat berkelakar "Asik dian jatuh tandanya itu akan kembali lagi ke Ternate" hahaha bisa aja Pak Ridwan.. Mudah - mudahan bener karena masih punya utang tempat - tempat yang belum sempat dikunjungi :))

Kalau dilihat sebagai potensi wisata, Tidore mempunyai sejuta pesona pemandangan namun minimmnya fasilitas penunjang wisata terkesan Tidore seperti alam buatan Tuhan yang ditinggalkan. Belum banyak campur tangan manusia yang dapat menunjang daya tarik wisata Tidore yang menawan. Bahkan ketika saya di Tidore kami menginap di "Guest House" milik Pemda Tidore mengingat belum ada penginapan seperti Hotel apalagi resort di Tidore.

Tidore bukan satu - satunya wilayah Indonesia yang belum di maksimalkan potensi wisatanya, masih banyak wilayah di Indonesia yang juga perlu dibangun tanpa merusak keindahan alam dan nilai tradisi keasilan suku budaya daerah setempat. Hal ini juga penting untuk mendatangkan kesejahteraan yang merata bagi masyarakat seluruh Indonesia.  Eeaaaaa.... udah cocok kyanya jadi Gubernur kekekekeke...

Oh iya masih ada Foto - foto lain keluarin aja yaa, siapa tau aja jadi pada pengen ke Tidore :)) 

Kalau gak salah nama nya Gohu
Gohu itu semacam  masakan ikan yang dimatangkan dengan bumbu terus dikasih colo -colo bumbu wajib masyarakat indonesia Timur dalam meramu makanan ikannya. Rasanya jangan ditanya lagi  maknyussss tenan...
asem - asem pedas yang meresap di daging ikan yang masih segar dan  manis hmmmmm enakkk...
Makan Papeda, makanan wajib orang Indonesia Timur

Mejeng di Bentor di depan Guest House :))
Jangan Lupa makan Papeda juga atau sagu, bisa dikatakan makanan pokok warga Tidore yang bentuknya kaya lem dan gak ada rasa jadi harus di campur oleh gulei Ikan, saya menyebutnya seperti itu gak tau ya nama asli gulai ikan disana apaan hehehe...


Udah jauh - jauh ke Tidore jangan lupa naek Bentor, becak yang digabungkan dengan motor sebagai alat penariknya dan di pasangin Sound System yang diletakan di belakang becak membuat supir bentornya merangkap sebagai Disco Jockey hehehehe.... gak tanggung - tanggung sound system nya itu juga dilengkapi Amplifier dan speaker bahkan music - music yang diputar selain lagu - lagu balada khas grup ambon manise mereka juga memutarkan MP3 lagu Justin Beiber dan Britney Spears dan music barat lainnya omigooooot hahahaha.... bisa dibayangkan serunya berada di bentor kan?  Kita bisa joget joget kecil  dan berdendang memecah kesunyian ketika menelusuri jalan - jalan di Tidore :D 









Tidak ada komentar:

Posting Komentar